Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum

Fraud dalam Kegiatan Perbankan

Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/POJK.03/2019 Tahun 2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum (“POJK 39/2019”)fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank sehingga mengakibatkan bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, perlu Anda ketahui bahwa perbankan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU Perbankan”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

Saat ini peraturan strategi anti fraud yang telah diatur dalam POJK 39/2019 tersebut hanyalah berlaku bagi bank umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri. Adapun jenis perbuatan yang tergolong fraud terdiri atas:

  1. kecurangan;
  2. penipuan;  
  3. penggelapan aset;
  4. pembocoran informasi;
  5. tindak pidana perbankan; dan
  6. tindakan lain.

Dalam menghadapi potensi terjadinya fraud tersebut, bank wajib menyusun dan menerapkan strategi anti fraud secara efektif. Bank wajib membentuk unit kerja atau fungsi yang bertugas menangani penerapan strategi anti fraud dalam organisasi bank.

Strategi Anti Fraud untuk Bank Umum

Penyusunan dan penerapan strategi anti fraud paling sedikit memuat empat pilar, yang terdiri atas:

  1. pencegahan;
  2. deteksi;
  3. investigasi, pelaporan, dan sanksi; dan
  4. pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut.

Dalam menyusun dan menerapkan strategi anti fraud yang efektif, bank wajib memerhatikan paling sedikit:

  1. kondisi lingkungan intern dan ekstern;
  2. kompleksitas kegiatan usaha;
  3. jenis, potensi, dan risiko fraud; dan
  4. kecukupan sumber daya yang dibutuhkan.

Selain itu, penyusunan dan penerapan strategi anti fraud yang efektif paling sedikit memenuhi pedoman penerapan strategi anti fraud yang tercantum dalam Lampiran I POJK 39/2019. Bank yang sebelumnya telah memiliki pedoman juga wajib menyesuaikan strategi anti fraud-nya dengan pedoman penerapan strategi anti fraud sebagaimana tercantum dalam Lampiran I POJK 39/2019 tersebut. Hasil penyesuaian wajib disampaikan kepada OJK paling lambat tiga bulan sejak berlakunya POJK 39/2019. 

Materi Muatan Strategi Anti Fraud

Lebih lanjut, penjabaran dari empat pilar strategi anti fraud sesuai Lampiran I POJK 39/2019 dapat kami rangkum sebagai berikut (hal. 20–26):

  1. Pencegahan

Memuat langkah untuk mengurangi potensi risiko terjadinya fraud, yang paling sedikit mencakup kesadaran anti fraud, identifikasi kerawanan pada setiap aktivitas yang berpotensi merugikan bank, dan kebijakan mengenal pegawai sebagai upaya pengendalian dari aspek sumber daya manusia.

  1. Deteksi

Memuat langkah untuk mengidentifikasi dan menemukan fraud dalam kegiatan usaha bank, yang paling sedikit mencakup kebijakan dan mekanisme penanganan pengaduan (whistleblowing), pemeriksaan dadakan (surprised audit), dan sistem pengawasan.

  1. Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi

Investigasi dilakukan untuk mengumpulkan bukti yang patut diduga merupakan tindakan fraud. Bank kemudian menyusun mekanisme pelaporan atas pelaksanaan investigasi terhadap kejadian fraud, baik kepada intern maupun OJK. Selain itu, bank juga menyusun kebijakan pengenaan sanksi bagi pelaku fraud yang paling sedikit memuat jenis sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan, mekanisme pengenaan sanksi, dan pihak yang berwenang mengenakan sanksi.

  1. Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut

Pilar yang mencakup pemantauan tindak lanjut terhadap fraud dan pemeliharaan data kejadian fraud sebagai alat bantu evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi, bank menyusun mekanisme tindak lanjut untuk memperbaiki kelemahan dan memperkuat sistem pengendalian intern untuk mencegah fraud terulang kembali.

Sumber : https://www.hukumonline.com/